Pengertian
Pembuktian
adalah suatu upaya dari para pihak yang beperkara untuk meyakinkan hakim
tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukakannya di dalam suatu perkara yang
sedang dipersengketakan di muka pengadilan, atau yang diperiksa oleh hakim (R.
Subekti).
Pembuktian
adalah upaya para pihak yang berperkara untuk meyakinkan hakim akan kebenaran
peristiwa atau kejadian yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa dengan
alat-alat bukti yang ditetapkan oleh undang-undang (Abdul Manan).
Tujuan pembuktian
Untuk
memperoleh kepastian bahwa suatu peristiwa atau fakta yang diajukan itu benar
terjadi, yang dibuktikan kebenarannya, sehingga nampak adanya hubungan hukum
antara para pihak.
Teori Pembuktian
a. Teori Pembuktian Bebas
Teori ini tidak menghendaki
adanya ketentuan-ketentuan yang
mengikat hakim, sehingga penilaian pembuktian seberapa dapat diserahkan kepada
hakim.
b. Teori Pembuktian Negatif
Dimana hakim terikat dengan
ketentuan-ketentuan yang bersifat negatif sehingga membatasi hakim untuk
melakukan sesuatu, kecuali yang diizinkan oleh udang-undang.
c. Teori Pembuktian Positif
Dimana hakim diwajibkan untuk
melakukan segala tindakan dalam pembuktian, kecuali yang dilarang dalam
Undang-Undang.
Pihak yang diwajibkan
melakukan pembuktian adalah para pihak yang berkepentingan. Para pihak yang
wajib mengajukan alat-alat bukti.
Pasal 163 HIR/pasal 283 R.Bg dan pasal
1865 BW, menyatakan bahwa barang-siapa yang :
- Mengaku mempunyai suatu hak, atau
- Mengemukakan suatu peristiwa (keadaan) untuk menguatkan haknya, atau
- Membantah hak orang lain, maka ia harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu.
Penilaian
pembuktian
Yang berwenang menilai
dan menyatakan terbukti tidaknya peristiwa adalah hakim yang memeriksa duduknya
perkara (judex facti) yaitu hakim tingkat pertama dan hakim tingkat banding.
Yang Tidak
Perlu Dibuktikan
Dalam pemeriksaan
perkara perdata, ada beberapa yang menurut hukum pembuktian dalam acara perdata
tidak perlu dibuktikan atau diketahui oleh hakim, yaitu:
1. Dalam hal
dijatuhkan putusan verstek, yaitu karena tergugat tidak hadir dan dalil
penggugat tidak dibantah, kecuali dalam perkara perceraian, dimana hakim harus
membuktikan dalil-dalil gugatan (alasan-alasan), sesuai dengan hukum acara
Islam.
2.
Dalam hal
tergugat mengakui gugatan penggugat, kecuali dalam perkara perceraian.
3.
Dalam hal telah
dilalukan sumpah decisoir
4.
Dalam hal
bantahan pihak lawan kurang cukup
5.
Dalam hal
peristiwa natoir (peristiwa yang diketahui umum)
6.
dalam hal yang
terjadi di dalam persidangan dan diketahui hakim
7.
dalam hal yang
termasuk dalam pengetahuan tentang pengalaman
8.
dalam hal yang
bersifat negatif (negatifa non sunt probanda).
Alat-alat Bukti
Alat-alat bukti dalam perkara perdata
ialah:
1.
Alat bukti surat
2.
Alat bukti
saksi
3.
Alat bukti persangkaan
Pasal 164 HIR
4.
Alat bukti
pengakuan
5.
Alat bukti
sumpah
6.
Pemeriksaaan
ditempat (pasal 153 HIR)
7.
Saksi ahli
(pasal 154 HIR)
8.
Pembukuan
(pasal 167 HIR)
9.
Pengetahuan
Hakim (pasal 178 (1) HIR, UU-MA No.14/1985)
1) Bukti surat
Alat
bukti tertulis atau surat ialah segala yang memuat tanda-tanda bacaan yang
dimaksud untuk mencurahkan isi hati atau menyampaikan buah pikiran seseorang
dan digunakan sebagai pembuktian (alat bukti).
2) Alat bukti saksi
Saksi ialah orang yang
memberikan keterangan di muka sidang, dengan memenuhi syarat-syarat tertentu,
tentang suatu peristiwa atau keadaan yang ia lihat, dengar dan ia alami sendiri
sebagai bukti terjadinya peristiwa atau keadaan tersebut. Bukti saksi diatur
dalam pasal 168-172 HIR.
3) Alat bukti persangkaan
Persangkaan adalah
kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa yang telah dikenal atau dianggap
terbukti ke arah suatu peristiwa yang tidak dikenal atau belum terbukti, baik
yang berdasarkan undang-undang atau kesimpulan yang ditarik oleh hakim.
Persangkaan diatur dalam pasal 173 HIR, 1916 BW.
4) Alat bukti pengakuan
Pengakuan (bekentenis,
confession) ialah pernyataa seseorang tentang dirinya sendiri, bersifat sepihak
dan tidak memerlukan persetujuan pihak lain. diatu dalam pasal 174, 175, 176
HIR, 311, 312, 31 R,Bg, dan pasal 1923-1928 BW.
5) Alat bukti sumpah
Sumpah ialah suatu
pernyataan yang hidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji
atau keterangan dengan mengingat sifat Maha Kuasa Tuhan dan percaya bahwa siapa
yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya.
Ada 2 macam sumpah:
1)
Sumpah atau
janji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, yang disebut sumpah promissoir.
2)
Sumpah atau
janji untuk memeberikan keterangan guna meneguhkan bahwa sesuatu benar demikian
atau tidak benar, yang disebut sumpah assertoir atau confirmatoir.
6) Pemeriksaan di tempat (descente)
Pemeriksaan setempat
(descente) ialah pemeriksaan mengenai perkara, oleh hakim karena jabatannya,
yang dilakukan di luar gedung atau tempat kedudukan Pengadilan, agar hakim
melihat sendiri gambaran atau keterangan yang memberi kepastian tentang
peristiwa yang menjadi sengketa.
7) Keterangan saksi ahli (expertise)
Adalah keterangan
pihak ketiga yang obyektif yang bertujuan untuk membantu hakim dalam
pemeriksaan guna menambah pengetahuan Hakim sendiri.
8) Alat bukti pembukuan
·
Pasal 167 HIR
pasal 296 R.Bg menyatakan bahwa Hakim
bebas memberikan kekuatan pembuktian untuk keuntungan seorang kepada
pembukuannya yang dalam hal khusus dipandang patut.
·
Alat bukti
pembukuan ini dalam bidang keperdataan dan hukum dagang.
Contoh :
“Seorang
penggugat menggugat kepada lawan (tergugat) untuk melunasi hutangnya, kemudian
tergugat menyatakan bahwa hutangnya sudah lunas, lalu peggugat menunjukkan
pembukuan debit-kredit terhadap tergugat di mana ada pengeluaran pinjaman”.
9) Pengetahuan Hakim
Hakim sebagai organ
Pengadilan dianggap mengetahui hukum. Pencari keadilan datang padanya untuk
memohon keadilan. Andaikata ia tidak menemukan hukum tertulis, ia wajib
menggali hukum tidak tertulis untuk memutuskan berdasarkan hukum sebagai orang
yang bijaksana dan bertanggung-jawab penuh kepada Tuhan Yang Maha Esa. diri
sendiri, masyarakat Bangsa dan Negara (lihat pasal 14 UU No. 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman).
Macam – macam
Kekuatan Alat Bukti
Tiap-tiap
alat bukti mempunyai kekuatan pembuktian tersendiri menurut hukum pembuktian.
macam-macam kekuatan pembuktian tersebut adalah:
1. Bukti mengikat dan menentukan,
artinya:
·
Meskipun hanya
ada satu alat bukti, telah cukup bagi Hakim untuk memutuskan perkara
berdasarkan alat bukti tersebut tanpa membutuhkan alat bukti lainnya.
·
Hakim terikat
dengan alat bukti tersebut, sehingga tidak dapat memutus lain dari pada yang
telah terbukti dengan satu alat bukti itu.
·
Alat bukti ini
tidak dapat dilumpuhkan dengan bukti lawan/bukti sebaliknya.
Alat bukti ini adalah:
a.
Sumpah decisoir
(pasal 156 HIR/pasal 183 R.Bg)
b.
Sumpah pihak
(dilator) = (pasal 177 HIR/pasal 183 R.Bg)
c.
Pengakuan
(pasal 174 HIR/pasal 311 R.Bg)
2. Bukti sempurna, artinya
:
·
Meskipun hanya
ada satu alat bukti, telah cukup bagi Hakim untuk memutuskan perkara
berdasarkan alat bukti itu dan tidak memerlukan adanya alat bukti lain.
·
Hakim terikat
dengan alat bukti tersebut, kecuali jika dapat dibuktikan sebaliknya.
·
Bukti tersebut
dapat dilumpuhkan dengan bukti lawan/sebaliknya.
Alat bukti ini adalah
:
a.
Akta otentik
(pasal 165 HIR/pasal 285 R.Bg)
b. Pasal 1394 KUH
Perdata: Apabila tergugat dapat menunjukkan tiga kwitansi pembayaran 3 (tiga)
bulan berturut-turut, maka angsuran yang sebelumnya harus dianggap lunas.
c. Pasal 1965 KUH
Perdata: Itikad baik selamanya harus dianggap ada, sedangkan siapa yang
menunjukkan kepada suatu itikad buruk diwajibkan membuktikannya.
3. Bukti bebas,
artinya:
·
Hakim bebas
untuk menilai sesuai dengan pertimbangan yang logis.
·
Hakim tidak terikat
dengan alat bukti tersebut.
·
Terserah kepada
keyakinan hakim yang menilai.
·
Hakim dapat
mengesampingkan alat bukti ini dengan pertimbangan yang logis.
·
Bukti ini dapat
dilumpuhkan dengan bukti lawan.
Alat bukti ini adalah:
a.
Saksi yang
disumpah (pasal 172 HIR/pasal 307 R.Bg). meskipun ada 10 orang saksi, kalau
hakim ragu-ragu maka hakim tidak terkait atau wajib mempercayai saksi-saksi
itu.
b.
Saksi ahli
(pasal 154 HIR/pasal 181 R.Bg)
c.
Pengakuan
diluar sidang (pasal 175 HIR/pasal 312 R.Bg)
4. Bukti permulaan,
artinya:
·
Meskipun alat
bukti itu sah dan dapat dipercaya kebenarannya, tetapi belum mencukupi syarat
formil sebagai alat bukti yang cukup.
·
Bukti ini masih
perlu (harus) ditambah dengan alat bukti lain agar menjadi sempurna.
·
Hakim bebas dan
tidak terikat dengan alat bukti ini.
·
Bukti ini dapat
dilumpuhkan dengan bukti lawan.
Alat bukti ini adalah:
a. Alat bukti
saksi tetapi hanya seorang diri (pasal 136 HIR/pasal 306 R.Bg) sehingga harus
ditambah dengan alat bukti lain, misalnya sumpah suppletoir.
b.
Akta dibawah tangan
yang dipungkiri tanda tangannya dan isinya oleh yang bersangkutan (pasal 165
HIR/pasal 289 R.Bg).
5. Bukti bukan bukti,
artinya:
·
Meskipun
nampaknya memberikan keterangan yang mendukung kebenaran suatu peristiwa tetapi
ia tidak memenuhi syarat formal sebagai alat bukti sah.
·
Ia tidak
mempunyai kekuatan pembuktian.
·
Ia seperti
bukti tetapi bukan bukti.
Hal ini adalah:
a.
Saksi yang
tidak disumpah (pasal 145 (4) HIR/pasal 172 R.Bg)
b.
Saksi yang
belum cukup umur15 tahun
c.
Foto-foto,
rekaman casset/video dan sebagainya
d.
Kesaksian tak
langsung (pasal 717 HIR/pasal 308 R.Bg ).
SUMBER DARI: BUKU DARAS UIN JAKARTA OLEH KAMARUSDIANA